Tentang Blog Ini

Serpihan Ide

Kumpulan Artikel

Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

Sebagai pemimpin pembelajar, guru diperhadapkan dengan berbagai pilihan dalam mengambil keputusan. Pilihan-pilihan tersebut tentunya tidaklah mudah karena harus berbenturan dengan banyak pihak yang terkait. Belum lagi haru dilihat dari berbagai aspek, misalnya aspek sosial, aspek psikologis, aspek budaya dan aspek lainnya.

1) Sekolah Sebagai Institusi Moral
“Pada abad ke 21, di mana masyarakat semakin menjadi beragam secara demografi, maka pendidik akan lebih lagi perlu mengembangkan, membina, dan memimpin sekolah-sekolah yang toleran dan demokratis. Kami meyakini bahwa, melalui pembelajaran tentang etika, pemimpin-pemimpin pendidikan masa depan akan lebih siap dalam mengenali, berefleksi, serta menghargai keberagaman.”
“In the 21st century, as society even becomes even more demographically diverse, educators will, more than ever, need to be able to develop, foster, and lead tolerant and democratic schools. We believe that, through the study of ethics, educational leaders of tomorrow will be better prepared to recognize, reflect on, and appreciate differences.” (Ethical Leadership and Decision Making in Education, Shapiro, J.P., Stefkovich, J.A,  New York, 2016, hal. 4 ).

Memasuki abad 21, semua bidang mengalami perkembangan yang sangat diginifikan, salah satunya adalah di bidang teknologi informasi. Perkembangan ini tentunya menjadi tantangan dan juga hambatan bagi guru sebagai. Semua informasi bisa dengan mudah didapat seakan tidak adanya filter yang lebih menjurus kepada "kebebasan' informasi. Jika informasi yang beredar adalah informasi yang baik, benar dan mengandung unsur edukatif maka hal ini bukanlah menjadi masalah. Sebaliknya, jika informasi yang beredar adalah informasi yang belum tentu kebenarannya (hoaks) dan lebih menjurus kepada hal-hal yang bertentangan dengan etika dan moral maka hal ini menjadi masalah besar.

Sebagai sebuah institusi moral, sekolah adalah sebuah miniatur dunia yang berkontribusi terhadap terbangunnya budaya, nilai-nilai,  dan moralitas  dalam diri setiap murid.  Perilaku warga sekolah dalam menegakkan penerapan nilai-nilai yang diyakini dan dianggap penting oleh sekolah, adalah teladan bagi murid. Kepemimpinan kepala sekolah tentunya berperan sangat besar untuk menciptakan sekolah sebagai institusi moral.

Dalam memimpin perannya, seorang pemimpin pembelajar dalam hal ini adaah guru harus menghadapi situasi dimana ia harus mengambil keputusan yang dimana ada nilai-nilai kebajikan universal yang sama-sama benar, namun saling bertentangan atau yang disebut dengan dilema etika.

2) Prinsip-Prinsip Etika vs Nilai Kebajikan Universal
Etika sendiri berasal dari bahasa Yunani kuno, Ethikos yang berarti kewajiban moral. Sementara moral berasal dari bahasa Latin, mos jamaknya mores yang artinya sama dengan etika, yaitu, ‘adat kebiasaan’. Moralitas sebagaimana dinyatakan oleh Bertens (2007, hal. 4) adalah keseluruhan asas maupun nilai yang berkenaan dengan baik atau buruk. Jadi moralitas merupakan asas-asas dalam perbuatan etik. Istilah lain yang mirip dengan etika, namun berlainan arti adalah etiket. Etiket berarti sopan santun. Setiap masyarakat memiliki norma sopan santun. Etiket suatu masyarakat dapat sama, dapat pula berbeda. Lain halnya dengan etika, yang lebih bersifat ‘universal’ etiket bersifat lokal (Rukiyanti, Purwastuti, Haryatmoko, 2018).
  • Etiket : menilai cara, berlaku dalam pergaulan, agak relatif dan bersifat lahiriah.
  • Etika : menilai perbuatan, berlaku dimana saja dan kapan saja, lebih ke arah absolut, memandang ke arah hati nurani (intrinsik)
Nilai-nilai dan Peran Guru Penggerak, serta  Budaya Positif. Diane Gossen (1998) seorang pakar pendidikan dan praktisi disiplin positif mengemukakan bahwa pemahaman terhadap nilai-nilai kebajikan universal ini merupakan hal kunci yang perlu diajarkan kepada murid-murid kita. Selanjutnya Gossen berpendapat bahwa bila kita ingin menumbuhkan motivasi instrinsik dari dalam diri seseorang, maka tumbuhkan pemahaman terhadap nilai-nilai kebajikan universal. Nilai-nilai kebajikan universal bisa berupa antara lain Keadilan, Keselamatan, Tanggung Jawab, Kejujuran, Rasa Syukur, Lurus Hati, Berprinsip, Integritas, Kasih Sayang, Rajin, Berkomitmen, Percaya Diri, Kesabaran, Keamanan, dan lain-lain.

3) Keterampilan Pengambilan Keputusan
Dalam pengambilan keputusan sering kali harus diperhadapkan dengan berbagai hal baik yang bersifat kedinasan, kemasyarakatan, politik dan kehidupan sosial budaya di masyarakat. Oleh karenanya dalam mengambil keputusan harus memahami dan menerapkan rambu-ranbu yang disyaratkan. Sebagai pemimpin pembelajar, guru perlu mendasarkan keputusan kita pada 3 unsur yaitu berpihak pada murid, berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal.

4) Empat Paradigma Dilema Etika
Ketika kita menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasar yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup. Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan sebagai berikut :
  • Individu lawan kelompok (individual vs community) :  Dalam paradigma ini ada pertentangan antara individu lawan sebuah kelompok yang lebih besar di mana individu ini juga menjadi bagiannya. Paradigma ini, bisa juga berhubungan dengan konflik antara kepentingan pribadi lawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil lawan kelompok besar. 
  • Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy) : Dalam paradigma ini, pilihannya adalah antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya. Kita bisa memilih untuk berlaku adil dengan memperlakukan hal yang sama bagi semua orang, atau membuat pengecualian dengan alasan kemurahan hati dan kasih sayang.
  • Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty) :  Kejujuran dan kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika. Kadang kita harus memilih antara jujur atau setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita akan menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya.
  • Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term) : Paradigma ini paling sering terjadi dan mudah diamati. Seringkali kita harus memilih keputusan yang kelihatannya terbaik untuk saat ini atau yang terbaik untuk masa yang akan datang. Paradigma ini bisa terjadi pada hal-hal yang setiap harinya terjadi pada kita, atau pada lingkup yang lebih luas misalnya pada isu-isu dunia secara global, misalnya lingkungan hidup dan lain lain. 
5) 3 Prinsip Pengambilan Keputusan

Etika sendiri tentunya bersifat relatif, dan bergantung pada kondisi dan situasi, dan tidak ada aturan baku yang berlaku. Tentunya ada prinsip-prinsip yang lain, namun ketiga prinsip di sini adalah yang paling sering dikenali dan digunakan. Dalam seminar-seminar, ketiga prinsip ini yang seringkali membantu  dalam menghadapi pilihan-pilihan yang penuh tantangan, yang harus dihadapi pada dunia saat ini. (Kidder, 2009, hal 144). Ketiga prinsip tersebut adalah:

  1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)
  2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
  3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
6) Konsep Pengambilan dan Pengujian Keputusan
  • Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan. Mengapa langkah ini penting untuk Anda lakukan? Pertama, alih-alih langsung mengambil keputusan tanpa menilainya dengan lebih seksama, penting bagi kita untuk mengidentifikasi masalah yang sedang kita hadapi. Kedua, penting bagi kita untuk memastikan bahwa masalah yang kita hadapi memang betulbetul berhubungan dengan aspek moral, bukan sekedar masalah yang berhubungan dengan sopan santun dan norma sosial. 
  • Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini. Bila kita telah mengenali bahwa ada masalah moral di situasi yang sedang kita hadapi, pertanyaannya adalah dilema siapakah ini? Bukan berarti kalau permasalahan tersebut bukan dilema kita, maka kita menjadi tidak peduli. Karena kalau permasalahan ini sudah menyangkut aspek moral, kita semua seharusnya merasa terpanggil. 
  • Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini. Proses pengambilan keputusan yang baik membutuhkan data yang lengkap dan detail; apa yang terjadi di awal situasi tersebut, bagaimana hal itu terkuak, apa yang akhirnya terjadi, siapa berkata apa pada siapa, kapan mereka mengatakannya.
  • Pengujian benar atau salah. Uji legal : Keputusan yang harus diambil dalam situasi adalah pilihan antara mematuhi hukum atau tidak, dan keputusan ini bukan keputusan yang berhubungan dengan moral.Uji Regulasi/Standar Profesional Bila situasi yang dihadapi adalah dilema etika, dan tidak ada aspek pelanggaran hukum di dalamnya, mari kita uji, apakah ada pelanggaran peraturan atau kode etik di dalamnya.Uji Intuisi Langkah ini mengandalkan tingkatan perasaan dan intuisi Anda dalam merasakan apakah ada yang salah dengan situasi ini. Apakah tindakan ini mengandung hal-hal yang akan membuat Anda merasa dicurigai. Uji intuisi ini akan mempertanyakan apakah tindakan ini sejalan atau berlawanan dengan nilai-nilai yang Anda yakini.Uji Publikasi Apa yang Anda akan rasakan bila keputusan ini dipublikasikan di media cetak maupun elektronik dan menjadi viral di media sosial. Sesuatu yang Anda anggap merupakan ranah pribadi Anda tiba-tiba menjadi konsumsi publik? Uji Panutan/Idola Dalam langkah ini, Anda akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh seseorang yang merupakan panutan Anda, misalnya ibu Anda.
  • Pengujian Paradigma Benar lawan Benar. Dari keempat paradigma berikut ini, paradigma mana yang terjadi di situasi yang sedang Anda hadapi ini? - Individu lawan kelompok (individual vs community) - Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy) - Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty) - Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term).
  • Melakukan Prinsip Resolusi. Dari 3 prinsip penyelesaian dilema, mana yang akan dipakai? Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking) Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking).
  • Investigasi Opsi Trilema Dalam mengambil keputusan, seringkali ada 2 pilihan yang bisa kita pilih. Terkadang kita perlu mencari opsi di luar dari 2 pilihan yang sudah ada. Kita bisa bertanya pada diri kita, apakah ada cara untuk berkompromi dalam situasi ini.
  • Buat keputusan. Akhirnya kita akan sampai pada titik di mana kita harus membuat keputusan yang membutuhkan keberanian secara moral untuk melakukannya
  • Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan Ketika keputusan sudah diambil. Lihat kembali proses pengambilan keputusan dan ambil pelajarannya untuk dijadikan acuan bagi kasus-kasus selanjutnya.
Perlu kita ingat bahwa 9 langkah pengambilan keputusan ini adalah panduan, bukan sebuah metode yang kaku dalam penerapannya. Pengambilan keputusan ini juga merupakan keterampilan yang harus diasah agar semakin baik. Semakin sering kita berlatih menggunakannya, kita akan semakin terampil dalam pengambilan keputusan. Hal yang penting dalam pengambilan keputusan adalah sikap yang bertanggung jawab dan mendasarkan keputusan pada nilai-nilai kebajikan universal.

Daftar Pustaka
Ethical Leadership and Decision Making in Education, Shapiro, J.P., Stefkovich, J.A,  New York, 2016, hal. 4

 “How Good People Make Tough Choices: Resolving the Dilemmas of Ethical Living, Rushworth M.Kidder, 1995, USA: HarperCollins Publishers