Tentang Blog Ini

Serpihan Ide

Kumpulan Artikel

Krisis Politik pada Masa Demokrasi Liberal

 Krisis Politik pada Masa Demokrasi Liberal

Keadaan setelah pemilu yang diharapkan menjadikan Indonesia stabil tidak terwujud. Berbagai krisis politik dan pemerintahan terus merongrong kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.

1) Hubungan Pusat Daerah serta Pergolakan Militer
Pemilihan umum 1955 telah menghasilkan DPR dan pemerintahan baru ternyata belum dapat menyelesaikan permasalahan sosial dan politik di Indonesia.Indonesia mulai mengalami krisis politik yang diawali dengan tajamnya persaingan antar partai politik. Empat partai besar yang keluar sebagai pemenang pemilu (PNI, Masyumi, NU dan PKI), saling berebut pengaruh dan saling menjatuhkan.

Pertentangan cukup keras sering terjadi, misalnya antara Masyumi dan PKI. Pertentangan-pertentangan itu jelas sangat mengganggu kestabilan pemerintah. Hal itu diperuncing dengan terjadinya gerakan anti-Cina yang dapat mengganggu perekonomian global.

  • Pergolakan Dewan Daerah (Militer) : Berbagai problem politik menyebabkan kegiatan pembangunan kurang dapat berjalan dengan baik dan merata.Kepentingan daerah menjadi terbaikan. Hubungan pusat dan daerah menjadi melemah serta kurang harmonis. Akibatnya timbul berbagai protes. Muncul banyak usulan tentang otonomi daerah dan dihapuskannya sistem sentralisasi. 
Beberapa daerah di Sumatra dan Sulawesi merasa tidak puas terhadap pemerintah pusat.Hal ini disebabkan adanya alokasi biaya pembangunan dari pemerintah pusat yang dianggap tidak adil, Mereka sudah tidak percaya lagi dengan pemerintah pusat. Gerakan-gerakan di daerah ini mendapat dukungan dari beberapa panglima daerah. Akibatnya, timbullah gerakan dewan daerah yang dipimpin oleh militer.

Di Sumatra Barat muncul gerakan Dewan Banteng. Gerakan Dewan Banteng ini dibentuk oleh Letnan Kolonel Achmad Husein pada tanggal 20 Desember 1956. Dalam rangka melaksanakan pembangunan, gerakan ini menuntut otonomi daerah seluas-luasnya. Otonomi daerah yang dimaksud Achmad Husein adalah wilayah Sumatra Tengah. Achmad Husein mencoba mengambil alih pemerintahan daerah Sumatra Tengah.Ia menganggap Gubernur Sumatra Tengah, Ruslan Mulyoharjo yang ditunjuk pemerintah pusat kurang berhasil dalam membangun daerah Sumatra Tengah.

Dalam kurun waktu tersebut muncul beberapa gerakan serupa di berbagai daerah :
  1. Dewan Gajah dibentuk oleh Kolonel Maludin Simbolon di Medan pada tanggal 22 Desember 1957.
  2. Dewan Garuda dibentuk oleh Letnan Kolonel Barlian di Sumatra Selatan.
  3. Dewan Manguni dibentuk oleh Letnan Kolonel Vence Sumual di Sulawesi Utara.
Berbagai gerakan dewan daerah itu dapat membahayakan keutuhan negara kesatuan. Hal itu disebabkan gerakan-gerakan dewan daerah itu dapat menjurus kepada gerakan pemisahan diri (separatis). Berbagai upaya damai telah ditempuh untuk menyelesaikan perselisihan antara pemerintah pusat dan daerah. Misalnya, dengan mengirim misi perdamaian, mengadakan konferensi dan Munas (Musyawarah Nasional). Akan tetapi, usaha-usaha itu belum berhasil memuaskan.

  • Pemberontakan PRRI : Pergolakan dewan-dewan daerah yang dilakukan oleh kelompok militer tersebut makin meningkat.Tanggal 10 Februari 1958 Ahmad Husein, pimpinan Dewan Banteng mengadakan rapat raksasa. Ia menuntut Kabinet Juanda untuk menyerahkan mandatnya kepada presiden. Tuntutan itu ditolak, bahkan pemerintah secara resmi memecat Ahmad Husein dan kawan-kawan dari jabatan militernya.
Pada tanggal 15 Februari 1958, Ahmad Husein kemudian mengumumkan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).Syafruddin Prawiranegara diangkat sebagai perdana menterinya. Tindakan Ahmad Husein itu ternyata mendapat dukungan dari berbagai daerah, terutama tokoh-tokoh dari dewan daerah lain. Oleh karena itu, pemberontakan PRRI meluas di Sumatra.

Menghadapi Pemberontakan PRRI, pemerintah segera mengirim pasukannya, baik dari TNI AD,AU, dan AL. Untuk mengamankan daerah Riau, pemerintah menggunakan Operasi Tegas yang dipimpin oleh Letkol Kaharudin Nasution. Pengamanan di wilayah Sumatra Barat dilancarkan dengan Operasi 17 Agustus di bawah pimpinan Kolonel Ahmad Yani. Untuk pengamanan daerah Sumatra Utara dilakukan dengan Operasi Saptamarga dibawah pimpinan Brigjend Jatikusumo. Sementara itu, untuk pengamanan wilayah Sumatra Selatan dilancarkan Operasi Sadar yang dipimpin oleh Letkol Ubnu Sutowo. Pimpinan PRRI akhirnya satu per satu menyerah.
  • Pemberontakan Permesta : Proklamasi berdirinya PRRI di Sumatra segera mendapat dukungan di Indonesia bagian timur. Sebagai rasa simpati, tanggal 17 Februari 1958 Letkol D.J.Somba, Komandan Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah, menyatakan memisahkan diri dengan pemerintah pusat. Pada tanggal 2 Maret 1958 dibentuklah gerakan Perjuangan Rakyat Semesta atau Permesta.
Untuk menumpas Pemberontakan Permesta, pemerintah melancarkan Operasi Merdeka di bawah pimpinan Letnan Kolonel Rukmino Hendraningrat. Operasi merdeka ini dibagi menjadi beberapa kelompok. Pemberontakan Permesta ternyata mendapat bantuan dari luar negeri. Allan Lawrence Pope, seorang penerbang berkebangsaan Amerika Serikat telah membantu para pemberontak. Ia melakukan serangan dari udara terhadap kota Ambon. Akhirnya Pemberontakan Permesta tahap demi tahap dapat diatasi. Pada pertengahan tahun 1961, sisa-sisa Permesta menyerahkan diri dan memenuhi seruan pemerintah.

  • Kegagalan Dewan Konstituante dan Dekrit Presiden : Pemilihan Umum 1955 telah memilih anggota Dewan Konstituante. Dewan Konstituante merupakan dewan pembentuk UUD (Konstituante) sebab waktu itu Indonesia masih menggunakan UUDS sehingga perlu disusun UUD yang tetap.
Dewan Konstituante mengadakan sidang pada tanggal 10 November 1956 di Bandung, dipimpin oleh Ir.Wilopo.Sampai tahun 1959 Dewan Konstituante tidak mampu menghasilkan Undang Undang Dasar Baru. Justru dalam sidang itu terjadi perpecahan antar partai atau golongan. Setiap wakil partai memaksakan pendapat sesuai kehendak partai yang diwakilinya.

Perpecahan antargolongan atau partai masih cukup tajam. Sementara itu, kabinet yang dibentuk juga mengalami jatuh bangun, seperti periode 1950-1955. Pada periode 1955-1959, pemerintah telah mengalami tiga kali pergantian kabinet yaitu : Kabinet Burhanudin, Kabinet Ali Sastroamijoyo, dan Kabinet Juanda.Presiden Soekarno pada tanggal 21 Februari 1957 mengeluarkan Konsepsi Presiden yang berisi sebagai berikut :
  1. Sistem demkrasi parlementer model Barat tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia maka harus diganti dengan sistem demokrasi terpimpin.
  2. Untuk melaksanakan demokrasi terpimpin perlu dibentuk Kabinet Gotong Royong.
Melihat sitausi yang serba tidak stabil rakyat meras tidak puas  dan mengharapkan untuk kembali ke UUD 1945. Presiden Soekarno sendiri mengamanatkan agar Dewan Konstituante menetapkan kembali berlakunya UUD 1945. Hal ini dinyatakan dalam pidatonya di depan sidang Dewan Konstituante pada tanggal 22 April 1959. Indonesia mengalami keadaan yang kritis karena Dewan Konstituante  tidak berhasil dalam mengambil kesepakatan dalam menganggapi usulan presiden untuk kembali ke UUD 1945.

Demi keselamatan bangsa dan negara maka dikeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang diucapkan pada hari Minggu sekitar pukul 17.00 WIB pada suatu upacara resmi di Istana Negara. Isi dekrit presian 5 Juli 1959 adalah sebagai berikut :
  1. pembubaran Dewan Konstituante
  2. berlakunya kembali UUD 1945
  3. akan dibentuk MPRS dan DPAS
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden itu berarti UUDS tidak berlaku lagi dan bangsa Indonesia kembali menggunakan UUD 1945 sebagai dasar negara RI.Tindakan presiden itu telah mendorong pelaksanaan demokrasi terpimpin.

Daftar pustaka 
Sardiman A.M.,Muhsinatun Siasah,2018,Pembelajaran IPS 3 Kurikulum 2013 edisi revisi,Solo,Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. @WB 140332 1403