Tentang Blog Ini

Serpihan Ide

Kumpulan Artikel

Kebijakan Ekonomi pada Masa Demokrasi Liberal

 Kebijakan Ekonomi pada Masa Demokrasi Liberal

Pada masa demokrasi liberal, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan ekonomi, antara lain :

1) Gunting Syafruddin : kebijakan berupa pemotongan nilai mata uang atau sanering. Kebijakan ekonomi ini dilaksanakan pada saat menteri keuangan dijabat oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara.Kebijakan sanering diwujudkan dengan pemotongan mata uang yang bernilai Rp.2.50 ke atas sehingga nilainya tinggal setengahnya.

2) Program Benteng : diusulkan oleh Prof.Dr.Sumitro Joyohadikusumo, dilaksanakan pada masa Kabinet Natsir. Tujuan program Benteng adalah membantu para pengusaha pribumi untuk berpartisipasi dalam membangun perekonomian nasional. Bantuan berupa pemberian kredit dan bimbingan konkret.Program ini mengalami kegagalan karena :

  • Para pengusaha pribumi sangat bergantung pada pemerintah atau kurang bisa mandiri.
  • Para pengusaha pribumi menyalahgunakan bantuan kredit yang diterimanya untuk mencari keuntungan secara cepat.
3) Nasionalisasi De Javasche Bank : nasionalisasi atau pengambilalihan De Javasche Bank berlangsung pada masa Kabinet Sukiman. Pada tanggal 19 Juni 1951 dibentuk Panitia Nasionalisasi De Javasche Bank. Berdasarkan Keputusan Presiden RI No.122 dan 123 Tanggal 12 Juli 1951, pemerintah memberhentikan Dr.Houwink sebagai Presiden De Javasche Bank dan mengangkat Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai Presiden De Javasche Bank yang baru.
Pada tanggal 15 Desember 1951, diumumkan Undang Undang No.24 Tahun 1951 tentang nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (BI). BI ini kemudian berfungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.

4) Kebijakan Ekonomi Ali-Baba : sistem ini adalah model pengembangan ekonomi dengan cara kerjasama antara Indonesia dengan Cina. Hal ini terjadi pada masa Kebinet Ali-Wongso (1953-1955), terutama mulai Agustus 1944.Pencetusnya adalah Menteri Perekonomian Iskaq Cokrohadisuryo.Nama Ali untuk memberi sebutan para pengusaha pribumi, sedangkan Baba untuk memberi sebuatan para pengusaha Cina. Tujuan dari sistem ekonomi Ali-Baba adalah untuk memajukan dan menyejahterakan rakyat Indonesia. Rancangan program yang akan dijalankan adalah sebagai berikut :
  • Pengusaha non-lokal memiliki kewajiban untuk memberi pelatihan kepada tenaga-tenaga Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf di perusahaan negara.
  • Pemerintah mendirikan perusahaan-perusahaan negara.
  • Pemerintah memberikan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional.
Dalam pelaksanaannya para pengusaha secara serius melakukan pelatihan-pelatihan untuk pengembangan usaha pribumi. Sementara kredit yang diberikan oleh pemerintah banyak disalahgunakan, bukan untuk usaha produktif, tetapi untuk konsumtif.Di samping itu banyak tenaga pribumi dimanfaatkan oleh para pengusaha asing/Cina, sehingga lebih menguntungkan para pengusaha Cina.Timbullah berbagai kekecewaan, dan berkembanglah gerakan anti Cina.Faktor inilah yang antara lain ikut mendorong jatuhnya Kabinet Ali-Wongso (Kabinet Ali 1).

Kebijakan ekonomi Ali-Baba tidak dapat mencapai tujuan yang diharapkan karena beberapa hal berikut :
  • Para pengusaha pribumi kurang bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi.
  • Para pengusaha nonpribumi hanya memanfaatkan para pengusaha pribumi untuk mendapatkan kredit dari pemerintah.
Daftar pustaka 
Sardiman A.M.,Muhsinatun Siasah,2018,Pembelajaran IPS 3 Kurikulum 2013 edisi revisi,Solo,Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

@WB 090332 0833