Kondisi Masyarakat Indonesia pada Masa Demokrasi Liberal
Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang mendasarkan pada persatuan dan kesatuan bangsa.Negara-negara bagian di RIS selain RI sedang mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan itu menyangkut bidang politik, pemerintahan, dan sosial ekonomi. Berbagai alasan tersebut timbulnya pemikiran untuk kembali ke bentuk negara kesatuan.
1). Kembali ke Negara Kesatuan
Terjadi serangkaian demontrasi yang menuntut ke bentuk negara kesatuan.Moh.Natsir melakukan serangkaian lobi dengan beberapa pihak untuk dukungan kembali ke negara kesatuan. Pada saat sidang Parlemen RIS, tanggal 3 April 1950, Natsir dkk mengajukan "Mosi Integral" yang intinya mendesak Parlemen RIS untuk menyikapi dan menyelesaikan persoalan politik yang mendesak saat itu, yaitu kembali ke negara kesatuan. Mosi ini ditandatangani oleh Natsir, Subadio Sastroatomo, Ir. Sukirman, A.M.Tambunan, B.Sahetapy Engel, Dr. Cokronegoro. Pemerintah menerima baik mosi tersebut.
Sebagai langkah nyata untuk kembali ke negara kesatuan, banyak negara bagian yang membubarkan diri. Kemudian mereka menyerahkan kekuasaannya kepada RIS, ada juga yang ingin bergabung dengan RI. Sampai dengan tanggal 5 April 1950, anggota negara RIS hanya Sumatra Timur, negara Indonesia Timur, dan RI. Pertemuan antara Moh. Hatta (RIS0, Sukowati (negara Indonesia Timur), dan Mansyur (negara Sumatra Timur) menghasilkan kesepakatan membentuk negara kesatuan, yaitu dengan menggabungkan diri ke dalam RIS.Pada tanggal 19 Mei 1950, telah disepakati sebuah Piagam Persetujuan yang berisi kesediaan bersama untuk membentuk negara kesatuan.
Sebagai tindak lanjut pemikiran dan upaya pembentukan kembali negara kesatuan maka pada tanggal 14 Agustus 1950 telah disahkan Rancangan Undang Undang Dasar. Rancangan itu kemudian dikenal dengan Undang Undang Dasar Sementara. Pada tanggal 17 Agustus 1950, terbentuklah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2). Persaingan Antarpartai Politik
Setelah kembali ke negara kesatuan, Indonesia menggunakan sistem demokrasi liberal dan sistem pemerintah perlamenter. UUD RIS diganti dengan Undang Undang Sementara (UUDS). Rakyat diberi kebebasan membentuk partai politik sesuai dengan Maklumat yang dikeluarkan oleh pemerintah pada tanggal 3 November 1945.Sejak itu mulailah bermunculan partai-partai politik, antara lain PNI, Masyumi. NU, PKI, PSI, Murba, PSII, Partindo, dan Parlindo.
Dalam sistem pemerintahan parlementer, presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara, fungsi kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri.Perdana menteri dan kabinetnya bertanggung jawab kepada parlemen. Jadi, dalam sistem ini aspirasi rakyat disalurkan melalui partai-partai politik yang memiliki wakilnya dalam parlemen.Setiap kabinet yang berkuasa harus mendapatkan dukungan mayoritas dalam parlemen Kedudukan kabinet sangat tergantung dukungan mayoritas dalam parlemen. Jika dalam perlemen tidak lagi mempunyai wakil maka kabinet harus mengembalikan mandatnya kepada presiden. Hal ini, berarti kabinet jatuh dan harus diganti dengan kabinet yang baru.
Sistem demokrasi liberal ternyata belum menguntungkan bagi negara Indonesia. Persaingan atau pertentangan antargolongan atau partai mengakibatkan kehidupan masyarakat terganggu.Partai yang memperoleh mayoritas suara dalam pemilu akan berkuasa dalam pemerintahan. Sebaliknya, partai politik yang kalah menjadi oposisi.Partai oposisi selalu berupaya mencari kesalahan pemerintah yang sedang berkuasa supaya dapat dijatuhkan.Pemerintah Indonesia saat itu tidak pernah stabil. Kabinet yang dibentuk selalu mengalami jatuh bangun dan setiap kabinet biasanya tidak lama masa tugasnya.Kekurangan atau kesalahan kebijakan yang dibuat pemerintah akan menyebabkan kabinet tersebut jatuh.
Kabinet selama Demokrasi Liberal :
- Kabinet Natsir (6 September 1950 - 21 Maret 1951) : Moh. Natsir dari Partai Masyumi sebagai Perdana Menteri. Mengeluarkan UU tentang DPRD tanpa proses pemilu langsung, dibentuk lewat badan pemilih. Kabinet Natsir mendapat mosi tidak percaya dan menyerahkan mandatnya pada tanggal 21 Maret 1951.
- Kabinet Sukiman (27 April 1951 - 23 Februari 1952) : Dipimpin oleh Sukiman dan merupakan koalisi antara Partai Masyumi dan PNI.Setelah penandatangan bantuan ekonomi dan persenjataan dari Amerika Serikat atas dasar Mutual Security Act 1951 (MCA), kabinet Sukiman berakhir.
- Kabinet Wilopo (30 Maret 1952 - 3 Juni 1953) : Dipimpin oleh Wilopo dan merupakan koalisi antara Partai Masyumi dan PNI. Pada masa pemerintahan kabinet ini terjadi pemberontakan di Tanjung Morawa dan masalah alokasi keuangan di Sulawesi.
- Kabinet Ali - Wongso atau Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953 - 24 Juli 1955) : Dipimpin oleh Mr. Ali Sastroamijoyo sebagai Perdana Menteri (dari PNI) dan Mr. Wongsonegoro sebagai wakil perdana menteri (dari PIR). Pada masa kabinet ini pecah Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dan Aceh serta Pemberontakan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan. Prestasi kabinet ini adalah pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung dan persiapan pemilu. Kabinet ini jatuh karena masalah pergantian pimpinan Angkatan Darat (Peristiwa 27 Juni 1955).
- Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 - 3 Maret 1956) : Terbentuk pada tanggal 12 Agustus 1955. Program kerja : mengembalikan kewibawaan moral pemerintah, melaksanakan pemilihan umum, pemberantasan korupsi dan memperjuangkan Irian Barat. Kabinet ini berhasil melaksanakan pemilihan umum 1 sejak Indonesia Merdeka.Menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno setelah DPR hasil pemilihan umum terbentuk pada bulan Maret 1956.
- Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956-14 Maret 1957) : Terbentuk pada tanggal 24 Maret 1956. Kabinet ini menghadapi berbagai permasalahan seperti gerakan separatis dan gerakan anti-Cina.Keberhasilan kabinet ini adalah berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) 1956 - 1960.Kabinet berakhir pada tanggal 14 Maret 1957 karena kesulitan dan gangguan ekonomi.
- Kabinet Juanda (9 April 1957 - 24 Juli 1959) : Dipimpin oleh Perdana Menteri Juanda, disebut Kabinet Karya yang memiliki program Pancakarya :
- membentuk Dewan Nasional
- normalisasi keadaan Republik Indonesia
- melanjutkan pembatalan KMB
- memperjuangkan Irian Barat
- mempercepat pembagunan
Keadaan politik Indonesia selama pelaksanaan Demokrasi Liberal tanggl 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959 penuh dengan tantangan dari partai-partai politik. Dampaknya adalah muncul kekacauan di berbagai sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Sistem demokrasi liberal dan kabinet parlementer membuat Indonesia tidak stabil sehingga sering terjadi pergantian kabinet. Akibatnya, program kabinet yang telah direncanakan sebelumnya tidak dapat dilaksanakan dengan baik.
Daftar pustaka
Sardiman A.M.,Muhsinatun Siasah,2018,Pembelajaran IPS 3 Kurikulum 2013 edisi revisi,Solo,Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
@WB 090323 0700